Minggu, 21 Juni 2009

Menjadi Pendidik bersemangat Emas

Harian Pelita
Oleh: Amir Tengku Ramly

Mengacu pada Peraturan Mendiknas No. 18 tahun 2007, dalam empat kompetensi guru profesional, ada 10 komponen portofolio yang harus dipenuhi seorang guru, antara lain: (1) kualifikasi akademis; (2) pendidikan dan pelatihan; (3) pengalaman mengajar; (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; (5) penilaian dari atasan dan pengawas; (6) prestasi akademik; (7) karya pengembangan profesi; (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah; (9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang kependidikan. Masing-masing komponen harus dibuktikan dengan dokumen atau bukti fisik, misalnya ijazah, sertifikat, piagam, surat keputusan, atau karya cipta.

Dalam sebuah tulisan blogger Shabiel Zakaria (Mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Pascasarjana UNM, Penggiat di Indonesian Education Care (IEC) Makassar) menuliskan, ‘Maka, tidaklah mengherankan, jika para guru, baik guru lama maupun guru baru, bahkan calon guru, sudah kasak kusuk mengumpulkan berkas-berkas, seperti sertifikat pelatihan, sertifikat seminar, hingga SK kepanitiaan dan kepengurusan organisasi’. Inikah yang dimaksud guru kaya?

Bayangkan, jika seorang guru dengan gelar S1 yang sudah berpenghasilan sekitar Rp 1,5 juta, setelah sertifikasi akan mendapatkan penghasilan Rp 3 juta hingga Rp 4 juta. Belum lagi berbagai tunjangan lain yang akan mengikutinya. Menjanjikan bukan? Disisi lain, guru yang gagal harus berusaha keras untuk lulus dalam uji sertifikasi tersebut. Mereka harus berusaha mengumpulkan berkas-berkas yang menjadi syarat mutlak untuk meraih gelar guru profesional. Seorang guru harus memenuhi standar empat kompetensi sebagi guru profesional, seperti kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

MENJADI GURU KAYA

Dalam buku Menjadi Guru kaya saya menjelaskan ‘ inti dari guru kaya adalah kemampuan guru untuk masuk dalam paradigma ‘to be’. Ubahlah dari “To Have” Ke “To Be” atau cara pandang ‘memiliki’ berubah ke cara pandang ‘menjadi’. To Have: Adalah suatu gagasan atau pola pikir seorang-orang yang cenderung mengutamakan pada kebutuhan materi. To Be : Adalah suatu gagasan atau pola pikir seorang-orang yang cenderung pada nilai-nilai non materi

Berdasarkan cara pandang tersebut, guru akan terbagi dalam 4 kuadran utama, yaitu : GURU PEKERJA, GURU PROFESIONAL, GURU PEMILIK, dan GURU PERANCANG. Perbedaan secara mendasar adalah GURU PEKERJA: guru yang menunaikan tugas sebatas melaksanakan pekerjaan, GURU PROFESIONAL: guru yang telah memiliki profesionalitas [keahlian, tanggung jawab dan kesejawatan/jiwa korsa]. GURU PEMILIK: Guru yang memposisikan diri menjadi intelektual dan mampu mengendalikan system. GURU PERANCANG: Guru yang dalam lingkup pekerjaan, memahami makna profesi, memiliki visi, leadership, manajemen dan merancang pengajarannya secara hidup, mengubah energi menjadi cahaya.

Apakah Anda termasuk Guru Kaya ? Secara kuadran tersebut yang disebut guru kaya adalah “guru perancang’ dan ‘guru pemilik’. Guru Kaya merupakan Guru yang memiliki cara pandang bahwa jabatan Guru itu adalah “profesi’, karenanya senantiasa harus dilatih keahliannya sehingga melahirkan sosok Guru pemilik dan Guru Perancang. Guru kaya merupakan guru yang memiliki pola hubungan [interaksi] khusus dengan siswa/ murid yang mengedepankan energy positif (epos), sikap proaktif dan mentalitas yang kaya [WIN-WIN SOLUTION]. Guru kaya merupakan guru yang melakukan proses pembelajaran yang senantiasa tidak mematikan potensi siswa dan terkait antara dunia pengajaran dengan dunia realitas. Guru yang mengajar dengan teknik ini (mengedepankan cinta dan kasih saying) dan melakukan proses ini disebut GURU BEOFILI. Guru kaya merupakan guru yang senantiasa belajar dengan mensinergikan otak kiri dan otak kanan, pancaindera dan hatinya untuk memperoleh sumber ilmu yang hakiki. Guru yang memperoleh sumber ilmunya sebagai mata air ini disebut GURU BERHATI BINTANG.

BAGAIMANA MENJADI GURU KAYA?

Pertanyaan yang sangat sering muncul ini sesuatu yang sangat mudah tetapi menjadi sangat sulit karena perbedaan cara pandang (paradigm).

Setidaknya ada tiga fondasi dasar untuk menjadi guru kaya:

1. Fondasi pertama adalah membangun ‘keyakinan’ (belief System) pada guru itu sendiri, bahwa menjadi guru kaya suatu keadaan yang ‘mungkin’ dicapai oleh seorang guru.

2. Fondasi kedua Setelah paradigma ini terbagun maka membangun perilaku dan karakter terbaik menjadi jalan menuju guru kaya. Seorang penyair Muhammad Iqbal berseru; ‘bangunlah pribadimu demikian hebat dan jayanya, hingga bila Tuhan menentukan takdir bagimu. Sudilah Tuhan bermusyawarah denganmu dulu, apakah kehendakmu sebenarnya’. Dengan perilaku dan karakter yang kuat maka keinginan, sikap dan tindakan keseharian kita akan fokus pada jalur sukses pribadi.

3. Fondasi ketiga adalah meningkatkan diri terus menerus menyakut kualitas iman; pola pikir; proses pembelajaran ; proses dan kualitas hidup pribadi baik melalui pendidikan, training, membaca, menulis, dan lain-lain.

Ketiga fondasi diatas dapat dimulai dengan mengembangkan 18 langkah perubahan baik fisik, mental, emosi maupun spiritrual. Jadikan perubahan-perubahan ini sebagai amalan harian bagi guru-guru yang ingin berubah:

  1. Kembangkan senyum 127 dalam aktifitas pengajaran anda
  2. Perbaiki dan rawatlah hubungan Anda dengan para sejawat dan murid dalam koridor positif
  3. Bangun hubungan baru dengan 1 atau 2 rekan kerja baru setiap hari
  4. Bersikap terbuka terhadap lingkungan rumah, sekolah dan orang lain
  5. Ciptakan lingkaran pengaruh sebesar mungkin
  6. Mengajarlah dalam suasana yang terkendali dan peka secara emosi
  7. Pelajari ketrampilan baru dalam empati dan kepekaan emosi
  8. Hargai selalu perbedaan dengan orang lain dengan tetap menebarkan kebahagiaan
  9. Membaca buku dan menulis secara kreatif
  10. Mengembangkan hobi tertentu yang memberi suasana rileks
  11. Menulis puisi, lagu dan kata-kata bijak
  12. Membangun kerjasama proaktif dan lingkaran positif
  13. Belajar saecara mandiri dan melanjutkan studi yang memberikan hal-hal baru dan tantangan
  14. Tinjau ulang, temukan dan ciptakan visi pembelajaran dan hidup Anda
  15. Perhatikan, dengarkan dan amati tanda-tanda alam (hukum sunnatullah)
  16. Pelajari karya-karya sastra agung, hargai musik dan seni
  17. Lakukan kegiatan ritual, itikaf, dzikir, dan kegiatan-kegiatan keagamaan

18. Tumbuhkan kebiasaan hidup sebagai pribadi kaya, dengan memberi secara ikhlas.

Dengan 3 fondasi dasar dan 18 langkah tersebut, maka guru akan masuk dalam kuadran guru kaya, penuh rasa syukur dan senantiasa tidak akan berkekurangan dalam segala urusan dunia. Guru kaya sesungguhnya adalah guru yang memiliki paradigma ‘to be’, mengajar dengan teknik Biofili, membangun hubungan dengan energy positif dan kelimpahan mentalitas, dan senantiasa belajar memberdayakan fungsi hati dalam mereferensi pengajaran, menjadikan ilmu sebagai mata air dan memberi ilmu seperti cahaya bintang. Salam Sukses bermakna…

Sabtu, 02 Mei 2009

Laporan Utama: Tabloid Jumat THN. XXI - 13 JUMADIL AWAL 1430 H - 8 MEI 2009

Ir. Amir Tengku Ramly :
Guru Merupakan Khalifah di Dunia Pendidikan

Berbicara tentang pendidikan, maka guru merupakan pemegang peran yang amat
sentral. Guru adalah jantungnya pendidikan. Tanpa denyut dan peran aktif guru,
kebijakan pembaruan pendidikan secanggih apa pun tetap akan sia-sia. Sebagus apa
pun dan semodern apa pun sebuah kurikulum dan perencanaan strategis pendidikan
dirancang, jika tanpa guru yang berkualitas, maka tidak ada gunanya. Buktinya,
pendidikan kita sudah berkali-kali melakukan pergantian kurikulum, namun ternyata
tidak dapat membawa perubahan mendasar dalam peningkatan mutu pendidikan.
Berikut ini wawancara dengan Amir Tengku Ramly, seorang konsultan pendidikan
dan juga Direktur Utama Pumping Learning Center (PLC), sebuah lembaga yang
bergerak dalam meningkatkan mutu guru:

Bagaimana Mutu Guru Indonesia ?
Pendidikan di Indonesia untuk menjadi lebih baik perlu
diadakan revolusi yang sangat mendasar baik dari jajaran
manajemen (dinas, kepala sekolah, dll) maupun guru dimana
sebagai ujung tombaknya adalah guru. Hal yang penting
dalam pendekatannya adalah melalui penguatan mentalitas.
Sekarang banyak sekali melihat kejadian-kejadian yang
“miris” (prihatin) dimana yang terjadi tidak sesuai denganvisi-misi dari pendidikan itu sendiri. Contoh ada sebuah
sistem yang baik seperti model ujian nasional dan sertifikasi
guru tapi karena mental yang kurang bagus hingga terjadi
pemanfaatan untuk kepentingan yang sesaat, bukan untuk
tujuan peningkatan kualitas pendidikan di masa yang akan
datang.
Jadi, kalau dilihat dari fasilitas untuk meningkatkan mutu
guru sudah sangat memadai tetapi belum optimal bagi
pribadi-pribadi guru karena penggunaan fasilitas itu untuk
kepentingan jangka pendek.

Bagaimana kriteria guru yang ideal?
Guru adalah ujung tombak pendidikan. Pengertian guru
adalah orang yang bisa memfasilitasi (fasilitator) model
pembelajaran dan menginspirasi siswa itu sendiri. Guru kita
saat ini masih banyak menjalankan fungsinya sebagai pekerja
yang tugasnya memindahkan pengetahuan dari kepalanya
kepada kepala siswa, padahal ilmu itu sesuatu yang terhujam
dalam hati siswa. Jadi, ada satu tools yang terputus dalam
proses pengajaran guru yaitu saluran yang menghidupkan
otak siswa dengan hatinya.
Seorang guru selain memberi pengetahuan tersebut juga
harus memberi nilai-nilai (moralitas, mentalitas, dan
spiritualitas) sehingga bila itu dilakukan oleh guru, berarti
dia telah mengaktifkan seluruh potensi kecerdasaan manusia
yaitu panca indra-akal (otak kiri-otak kanan) dan hati atau
lebih sering dinamakan dengan IQ, EQ, dan SQ secara sinergis
dan bekesinambungan. Sehingga tidak hanya memberi ilmu
tetapi juga memberi ketauladanan.

Bagaimana meningkatkan mutu guru?
Dalam peningkatan kualitas guru, sangat dibutuhkan
yaitu: Pertama, perubahan paradigma
mengajar, yaitu guru yang tidak hanya memandang
keberadaan dirinya sebagai
sebuah jabatan yang pengajarannya hanya
sebagai tuntutan kewajiban saja tapi juga
memiliki sikap profesional, kepemilikan
dan visi yang jelas terhadap
hidup dan dunia pengajarannya.
Dalam istilah saya dikatakan sebagai
guru kaya. Guru kaya senantiasa
berkata, ‘Murid dan pengajaran
merupakan kekayaan hakiki’; ‘carilah
ilmu karena ia membuat hatimu
bercahaya’; ‘Mendengarlah dengan
mata dan hati’; ‘Jadikan pendidikan
sebagai tabungan masa
depan paling berharga’.
Kedua, memahami motivasi,
perilaku dan gaya
belajar siswa. Motivasi,
perilaku dan gaya belajar
setiap siswa adalah berbeda-
beda. Pemahaman
guru mengenai ketiga tersebuttentu akan memudahkan guru dalam menghadapi
siswa untuk bisa mempengaruhi siswa sesuai dengan yang
kita inginkan tanpa harus membuat siswa sebagai objek
pendidikan.
Ketiga,tehnik mengajar yang fokus pada perilaku dan
karakter siswa. Guru yang mengajar dengan tehnik sesuai
dengan perilaku dan karakter siswa akan memudahkan
siswa dalam meningkatkan prestasi belajar. Siswa bisa focus
dalam pemanfaatan keunggulan dan potensi yang
dimilikinya untuk dikembangkan dalam dunia belajarnya.
Sedangkan yang keempat mengajar dengan energi spiritual
(cahaya hati). Hal ini seperti bintang, dalam belajar ia
sudah mengkapitalisasikan fungsi panca indra, otak, intuisi
dan hati. Ilmu yang diperoleh seperti mata air meskipun di
musim kemarau airnya tetap ada kapan pun dibutuhkan.
Guru yang memiliki cahaya hati adalah seorang guru yang
keberadaannya mendapat pengakuan kuat dari murid dan
lingkungan sekitarnya. Keberadaannya memiliki cahaya
yang kuat bagi orang lain, karena ia selalu mengajar dengan
kekuatan cahaya hati.

Sejauh ini peran pemerintah untuk meningkatkan mutu
guru bagaimana?
Sudah banyak. Sudah cukup baik dari segi kuantitas,
tetapi yang di bangun masih panca indra dan pikiran belum
menyentuh penanaman nilai-nilai pada guru (hati).
Walaupun sudah dilakukan pemerintah dalam peningkatan
nilai-nilai spiritualitas tapi masih banyak guru mengikuti
dengan kesadaran hati hanya karena keharusan suatu program.
Perumpamaannya seperti petani yang ingin dirubah dari
mencangkul sawah dengan kerbau menjadi menggunakan
mesin traktor. Traktornya dibelikan oleh pemerintah diberi
pada petani tetapi petani tidak berubah cara pandangnya
terhadap perubahan tersebut sehingga traktornya berdiri di
tengah sawah tetapi petani tetap asik membajak dengan
kerbaunya. Adanya traktor tapi tidak dibarengi dengan
pengetahuannya baik dari cara berpikir maupun cara
pandang terhadap suatu perubahan.

Dampak dari anggaran 20 persen dari APBN bagaimana?
Secara praktek dampak ada 2, pertama dampak positif
yaitu pemerataan wajib belajar bagi anak-anak Indonesia
lebih menyeluruh. Dampak kedua yang bersifat negatif lahir
dari sekolah itu sendiri dan para gurunya. Misalnya, guru
kehilangan keuntungan dari penjualan buku. Dari sekolah
terjadi pembedaan sisi kualitas sekolah secara psikologis
antara sekolah gratis dengan sekolah non gratis. Dampak
negatif ini bisa hilang apabila kualitas guru dan cara
pandang mengajar berubah dari pekerjaan menjadi
profesional.
Selain itu, secara teori bagus, hanya masalahnya apakah
20 persen itu jatuh ke tempat yang di peruntukkannya. Kalo
memang tepat pasti maju pendidikan di Indonesia, tapi
amanah dari 20 psern ini masih di pertanyakan. Niat sekolah
gratis tidak diiringi sampai pada peruntukannya.

Apa yang harus guru lakukan untuk meningkatkan
kualitas diri?
Yaitu dengan merubah cara pandang, menguatkan
keyakinan diri dan menjadikan guru professional sebagai
fungsi kekhalifahan diri di dunia pendidikan.
Bagaimana hubungan mutu guru dengan mutu pendidikan?
Hubungannya linier, semakin baik guru maka mutu
pendidikan semakin baik. Tetapi guru yang bermutu disini
adalah guru yang meningkatkan intelektualitas, emosional,
dan spiritualitas guru, maka bila ketiga hal ini baik maka
mutu pendidikan akan semakin baik. Bila hanya mutu
intelektualitas saja maka tidak akan berkembang dengan
baik mutu pendidikan, karena guru yang berintelektualitas
tetapi tidak dibarengi dengan kualitas EQ dan SQ maka
harapan peningkatan yang signifikan kurang dirasakan.

Minggu, 15 Maret 2009

sumber: Harian pagi Sumatera Ekspres http://www.sumeks.co.id

Guru Harus Mampu Pahami Peserta Didik PDF Cetak E-mail
Monday, 09 March 2009
PALEMBANG- Menjadi guru yang memiliki energi positif (Epos), harus mempunyai pola hubungan dengan peserta didiknya dengan cara melakukan ramah tama dengan siswa-siswinya, memecahkan kebekuan peserta didik dalam efektifitas pengajaran seorang guru dan menghilangkan penat dan kesusahan serta kesulitan belajar yang dialami peserta didiknya .

‘’ Dalam pola hubungan seorang guru harus mampu memahami peserta didiknya secara prilaku dan karakter siswa-siswinya,’’ jelas Motivator pendidikan Indonesia sekaligus Direktur utama Pumping Indonesia, Amir Tengku Ramly, dihadapan 300 peserta seminar Pumping Teacher, Sabtu (7/3) di Aula Handayani Disdik Provinsi Sumsel.

Menurutnya, kekuatan pancaindra seorang guru pada dasarnya berpengaruh dalam prilaku emosi seorang guru saat menghadapi peserta didiknya. Penglihatan ini katanya, sangat berpengaruh pada ekspresi diri dalam sebuah pola hubungan yang dibina guru dengan peserta didiknya.

“ Dalam hal ini, jika guru sudah mempunyai jiwa sebagai pendidik, guru tersebut bisa melihat dan membaca pikiran peserta didiknya walaupun hanya melihat dari sorot mata, apakah rasa sayang, amarah, bahagia, terkejut, kaget, cemas, sedih, malu serius atau perasaan lain yang terjadi pada siswanya,” jelas Amir

Dikatakannya, kekuatan logika otak kiri guru yang didominasi fungsi berfikir umumnya belajar dan bekerja atas dasar logika, objektifitas dan analisis. Menurutnya otak kiri menyebabkan manusia lebih bersikap impersonal, menjunjung tinggi logika, berusaha menemukan kriteria objektif sebelum memutuskan sesuatu.

Sedangkan untuk kekuatan imajinasi otak kanan, lanjutnya, merupakan sebuah jalan untuk merasakan, menyerap informasi, memperoleh data, dan fakta.”Guru yang tergolong intuitif umumnya memiliki kemampuan belajar mengenai suatu hal yang bersifat abstrak yang terkadang berupa symbol-simbol, anehnya,’’ ungkapnya.

Sementara, ketua pelaksana Drs Budi Santoso Msi didampingi anggota panitia Dra Ema Nurnisya Putri mengatakan, jika seorang guru mengetahui sifat dan karakter siswanya akan memudahkan seorang guru melakukan penerapan dan pemahaman materi pelajaran yang diberikan. Dikatakannya, kegiatan ini bertujuan untuk memompa potensi yang ada dalam diri guru dalam memahami sifat dan tingkah laku yang dimiliki siswanya. (mg21)

Jumat, 20 Februari 2009

sumber: Radar Lamsel http://www.radarlamsel.com

Minggu, 08 Februari 2009 20:46:33

Membangun Paradigma Guru Menjadi Kaya MENGGALA

Guru di Kabupaten Tulangbawang (Tuba) akan dididik untuk menjadi guru yang kaya. Demikian diungkapkan oleh panitia pelaksana, Suherman Masyur, kepada Radar Tuba (grup Radar Lamsel) kemarin, di sela-sela acara seminar pendidikan yang digelar oleh Lembaga Cerdas Education (LCE), bekerja sama dengan Pumping Learning Center (PLC) Bogor atau Yayasan Pumping Indonesia.

Yang dimaksud Guru kaya,jelas Suherman yakni kaya hati, kaya pikiran, kaya batin. Guru diharapkan dapat membangun paradigma menjadi guru yang profesional terutama di dalam mendidik siswa-siswinya,’ungkap Suherman.

Lebih lanjut dikatakannya, apabila guru tidak mempunyai sifat dasar tersebut serta tidak mempunyai kekayaan hati dan pikiran maka yang akan terjadi saat memberikan pendidikan akan berbeda, sehingga tidak timbul sifat keprofesionalan di dalam mengajar.

“Ilmu yang akan disampaikan guru tersebut kepada murid-muridnya menjadi tidak maksimal,” ujarnya.

Peserta yang hadir di antaranya guru TK, SD atau MI, guru SMP atau MTs, SMA atau SMK, dan kepala sekolah. “Total guru di Tuba yang mengikuti seminar tersebut berjumlah 120 guru,” kata Suherman

Seminar pendidikan tersebut juga dihadiri, Amir Tengku Ramli dan Dr. (Cand) Darlen Sikumbang ,dan M, Biomed, selaku narasumber.

Senada diungkapkan Amir Tengku Ramli, seminar pendidikan ini digelar semata-mata bertujuan untuk membangun paradigma menjadi guru kaya. Guru juga diharapkan dapat menerapkan teknik mengajar berdasarkan perilaku dan gaya belajar siswa, dan mengembangkan keprofesian melalu peningkatan kompetensi spiritual kompetensi diri,dan kompetensi profesi.

“Saya tekankan lagi, guru kaya bukan berarti guru yang banyak harta. Guru kaya yakni menjadi guru yang kaya ilmu, kaya hati dan kaya batin. Dengan demikian guru tersebut bisa merasakan ketentraman batin,” ujarnya.

Ditambahkan Dr. (Cand) Darlen Sikumbang, seminar pendidikan ini jangan sampai disalahartikan. Karena hanya ingin mendapatkan sertifikasinya saja, yang berguna untuk kenaikan pangkat atau jenjang jabatan.

“Saya harapkan kepada peserta seminar pendidikan, dapat mengikuti seminar dengan baik, serta dapat menambah ilmu, wawasan, serta jenjang pendidikan,” imbuhnya.

Ditambahkannya, bahwa kegiatan yang dilakukan kemarin hanya sebagai pembukaan selanjutnya kegiatan ini akan dilaksanakan bulan depan di tempat yang sama. Hanya temanya saja yang berbeda.

Peserta seminar juga mendapatkan door prize berupa payung, jam dinding, serta 1 (satu ) unit HP. (RNN)

Senin, 03 Maret 2008

sumber: http://mawa.uns.ac.id

Situs Kemahasiswaan Universitas Sebelas Maret Surakarta - UNS 2006
Rubrik :

SEMINAR PENDIDIKAN
“Ketika Profesionalitas Pendidik Dipertanyakan “

Rabu, 02 Januari 08 - by : admin


Himpunan Mahasiswa Program (HMP) Kimia Kovalen bekerja sama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan FKIP UNS Surakarta ,Sabtu (29 Desember 2007) mengadakan acara seminar pendidikan yang bertajuk “ Ketika Profesionalitas Pendidik Dipertanyakan “. Kegiatan ini bermula dari perbincangan ringan antara Dekan FKIP UNS Prof. Dr. H. M Furqon Hidayatullah, M. Pd dengan Joko Pitoyo, Presiden BEM FKIP periode 2006/2007 yang cukup prihatin dengan kondisi pendidikan di Indonesia saat ini khususnya mengenai kualitas pendidik yang semakin lama semakin menurun. Menindak lanjuti hal tersebut, Joko Pitoyo berinisiatif menggandeng HMP Kimia Kovalen untuk mengadakan suatu kegiatan yang dikhususkan kepada Pendidik FKIP UNS. Kegiatan ini dilaksanakan di aula lantai 2 gedung A FKIP UNS pada pukul 10.00-13.00. Seminar pendidikan ini diisi oleh dua orang pembicara yaitu Ir. Amir Tengku Ramli, seorang penulis buku pendidikan dari manajemen pumping publizer & IT production Bogor dan Prof. Dr. H. M Furqon Hidayatullah, M. Pd (Dekan FKIP UNS).

Antusiasme peserta cukup besar, hal ini dibuktikan dengan adanya 124 peserta . Terdiri dari beberapa dosen yang merupakan delegasi dari masing-masing program studi yang ada di FKIP UNS, guru dari beberapa sekolah dan beberapa perwakilan dari pengurus HMP, serta pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang ada di FKIP UNS. Tidak adanya kontribusi (gratis) dan adanya sertifikat bagi peserta merupakan daya tarik tersendiri bagi peserta.

Seminar pendidikan ini bertujuan untuk mencetak pendidik ataupun calon pendidik di Indonesia khususnya dari kalangan FKIP UNS menjadi pendidik yang profesional sehingga dapat merubah pradigma pendidikan itu sendiri. Dalam seminar ini, Ir. Amir Tengku Ramli membahas mengenai berbagai macam peranan guru dalam kelas sebagai guru yang baik diantaranya guru pekerja, guru profesional, guru pemilik, dan guru perancang. Guru yang baik mempunyai pola pikir yang baik, terbiasa tersenyum, berfikir positif , bersikap proaktif dan tidak hanya memindahkan pengetahuan tetapi juga menghidupkan ruhnya. Dalam proses pembelajarannya diharapkan guru menggabungkan unsur sanguinis, koleris, phlegmatis dan melankolis. “Murid-murid yang luar biasa berasal dari Guru yang luar biasa”, ujarnya.

Sedangakan Dekan FKIP UNS yang bertindak sebagai pembicara kedua melengkapi apa yang sudah disampaikan oleh pembicara sebelumnya. Selain itu menjelaskan mengenai target-target FKIP ke depan dan menerapkan pumping learning “Memompa Potensi diri menuju Orbit Sukses dan karier Terbaik” kepada semua dosen FKIP UNS khususnya. Dapat disimpulkan paradigma berpikir seseorang akan mempengaruhi sikap yang dicerminkan pada tindakannya. Sebagai seorang pendidik, tidak hanya mentransfer Ilmu Pengetahuan saja melainkan menghidupkan jiwa rohaniah peserta didik. (LyCs_kOvaLen-FKIP UNS)

Minggu, 18 Maret 2007

Sumber: http://www.lampungpost.com


Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Senin, 19 September 2005

Perlu, Penggalian Potensi Diri

BANDAR LAMPUNG--Dalam proses menemukan dan mengoptimalkan potensi, perlu menggali dam memompa potensi dasar pada diri manusia. Amir Tengku Ramly, penulis buku Pumping Tallent dalam

talk show di Toko Buku Gramedia, Minggu (18-9), mengatakan memahami diri merupakan usaha menemukan potensi dasar pada diri manusia. "Sebagian besar manusia belum dapat mengenali kekuatan dan kelemahan dirinya. Akibatnya, manusia kurang dapat mengontrol dan memacu diri untuk meraih sukses," kata Amir.

Proses tersebut, kata dia, memerlukan upaya lain yaitu memompa bakat. ia mengakui potensi yang dimiliki tidak dapat diolah dan dikembangkan. Konsekuensinya adalah sulit menentukkan arah dan cita-cita.

Penulis kelahiran Sigli, Aceh 7 Juli 1970 itu, mengakui Pumping Tallent terinspirasi dari buku Quantum Learning dan Quantum Teaching. "Tapi karya saya ini tidak sama dengan buku tersebut," katanya.

Menurut dia, dalam setiap manusia tidak ada kejelekan apa pun. "Yang penting adalah bagaimana mengeluarkan potensi dalam diri.".

Alumnus Institut Pertanian Bogor itu mengatakan awalnya Pumping Tallent ditujukan bagi pelajar, mahasiswa, dan guru. "Karena buku ini bertujuan membangun manajemen pengembangan diri yang sinergis dalam dunia pendidikan." Tetapi, seiring waktu buku tersebut justru dikonsumsi karyawan perusahaan. "Bahkan di Jakarta, Pumping Tallent digunakan pada siswa yang baru masuk di sekolah," katanya.

Ditanya apakah tujuan penulisan buku ini ingin mengubah paradigma seseorang sama dengan sistem belajar Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Penulis yang berdomisili di Bogor itu, mengatakan KBK merupakan produk paradigma Departemen Pendidikan Nasional. "Namun pada pelaksanaannya, kebijakan bukan kalangan pendidikan seperti guru, melainkan pejabat," ujar dia.

Kebijakan tersebut bersifat top-down (atas ke bawah) bukan bottom-up (bawah ke atas). "Padahal kebijakan yang baik bersifat dari bawah ke atas." CR-9/S-1